Minggu, 14 Februari 2010

TOYOTA WAY

Dunia otomotif sedang menjalani fase-fase menentukan pekan ini. Kekuasaan raksasa otomotif Toyota sedang digoyang. Bukan oleh persaingan produk mobil di pasar, namun oleh peristiwa yang cukup memalukan, yakni cacat produksi. Pedal gas di jutaan unit mobil Toyota acap macet, membuat mobil seperti melaju sendiri tanpa bisa dikontrol. Belum tuntas perbaikan pedal gas, muncul lagi keluhan sistem rem di produk paling prestisius, mobil hibrid prius.


Karena berhubungan langsung dengan keselamatan berkendara, tidak terelakkan lagi dua cacat produksi itu menjadi isu besar yang tidak saja menampar langsung Toyota, tetapi juga Jepang. Bagi bangsa yang begitu yang begitu terobsesi dengan kualitas dan ketrampilan teknik tersebut, peristiwa pedal gas dan sistem rem Toyota jelas amat memalukan.

Namun, noda terkotor dalam perjalanan perusahaan kebanggaan bangsa Jepang itu dihadapi dengan berani oleh manajemen. Tanpa membentuk tim khusus serta tanpa menunggu pengadilan konsumen, regulator, dan otoritas yang mengawasi masalah kualitas, pucuk tertinggi manajemen tampil menghadapi krisis. Presiden Direktur Akio Toyoda yang juga cucu pendiri perusahaan langsung meminta maaf secara terbuka atas adanya ketidaksempurnaan itu.

Namun, pernyataan Toyoda itu bukanlah permintaan maaf yang mengiba-iba yang dikemas dalam pidato tang bertele-tele. Setelah mengakui kesalahan yang terjadi, dalam pidato yang hanya enam menit di depan ratusan wartawan, Toyoda menegaskan, janganlah ketidaksempurnaan itu dijadikan alasan untuk mengatakan bahwa komitmen Toyota tentang kualitas telah menurun. "Saya menjamin bahwa Toyota akan meningkatkan komitmennya terhadap kualitas. Dan, saya sendiri akan memimpin di depan," tegasnya.

Toyoda menambahkan, " Itu tidak berarti saya mengklaim bahwa Toyota sempurna dan tidak pernah berbuat salah. Namun ketika kami lalai atau berbuat salah, kami selalu memperbaiki dan mengganti perangkat yang rusak. Kami telah melakukannya pada masa lalu dan kami akan berbuat demikian pada masa mendatang." Toyoda kemudian mengakhiri pernyataan resminya dengan membungkukkan badan dengan takzim sambil sekali lagi menyampaikan permintaan maaf.

Semula beberapa media kecewa dengan timing pidato Toyoda yang dinilai agak terlambat. Namun, setelah melihat ketulusan Toyoda dalam mengakui kesalahan dan menunjukkan kesungguhan untuk memperbaiki, semua akhirnya memberikan hormat atas sikap Toyoda.

Seluruh stake holder dan share holder Toyota menjadi tenteram dengan sikap kesatria sang presiden direktur. Sehari setelah pidato Toyoda, tren penurunan saham Toyota Motor di bursa Tokyo langsung terhenti. Kejujuran, ketegasan, dan keberanian Toyoda menyampaikan permintaan maaf dengan tulus, namun penuh harga diri ternyata jauh lebih efektif mengatasi kepanikan cacat produksi.

Apalagi, upaya toyoda mengatasi krisis cacat produksi tidak berhenti sebatas pidato, namun diikuti dengan tindakan nyata. Toyoda memerintahkan penarikan delapan unit juta Toyota dari berbagai merek di seluruh dunia untuk dilakukan perbaikan. Dana USD 2 miliar digelontorkan ke pusat-pusat servis di negara yang terkena gelombang penarikan itu. Yang terpenting, Toyoda memimpin tim manajemen untuk datang langsung ke episentrum krisis, Amerika. Negara tempat pasar sekaligus kompetitor terbesar, General Motor (GM), bercokol.

Mengamati sepak terjang Toyoda membersitkan kerinduan kualitas kepemimpinan yang sama di negara kita. Negeri ini gaduh oleh berbagai masalah, bisa jadi karena begitu tinggi "harga diri" para pemimpin kita, sehingga lidahnya kelu untuk meminta maaf dan tubuhnya lemas saat akan melakukan tindakan perbaikan nyata. Padahal, itu jauh lebih mudah dan murah daripada yang dilakukan Toyoda.

*Disalin dari kolom Jati Diri pada koran JAWA POS edisi Sabtu 13 Februari 2010

dari Dees

2 komentar:

Ratusya mengatakan...

salut ajah dengan keputusan toyoda untuk mengakui kesalahan dan komitmennya untuk menjamin segala sesuatunya pasti lebih baik. kereeennn!!!

Ratusya mengatakan...

horeee sayah pertamax...
*padahal kemaren kayanya sayah udah komen deh :D*