"Enteni sik kang, ojo cepet-cepet mlakune...." Teriak Harjo kepada kakaknya yang berjalan cepat bagai dikejar sekawanan penjahat yang menginginkan nyawanya. Namun yang di panggilnya tidak memperdulikannya. Langkah kakinya lincah menelusuri jalan bebatuan menuju ke kediaman kekasih hatinya. Ada perasaan benci bercampur dengan iba didada.
"Ora iso Jo, aku kudu mboktekne dewe, nek opo-opo sing mbok kondo kuwi kabeh ora bener!!!. Karman, semakin mempercepat laju kakinya. Hatinya bergemuruh, otaknya membara, tak dipedulikannya bebatuan terjal, semak belukar yang merintangi jalannya. Tujuannya hanya satu, Wulandari harus menjelaskan semuanya.
Karman tidak percaya kalau pujaan hatinya akan mengkhianati ikatan kasih yang telah mereka bina. Ingatannya menerawang jauh, sepuluh tahun sudah dia bersabar menanti kepastian yang tak kunjung datang tentang hubungan mereka. Orang tua Wulandari yang kolot selalu menghalangi hubungan mereka. Karman tidak habis pikir, kenapa orang tua Wulandari masih percaya terhadap hal-hal yang berbau tahayyul, padahal mereka orang-orang terpelajar, kuliahnya saja sampai jenjang S3, namun sangat ... bagai kerbau dicocok hidungnya. sekarng mereka lebih mendengarkan apa yang diaktakan oleh Mbah Dharmo, dukun gadungan dari desa sebelah.
"mohon maaf ya nak Karman, wetonnya Wulan dengan weton mas Karman tidak sesuai, jadi kami takut kalo masa depan kalian " kata-kata ayahnya Wulan membuat telinga Karman bagai disambar gledek saja, ia tak menyangka ungkapan itu akan keluar dari mulut orang yang selama dia kagumi.
"tapi pak,,, bukankah selama ini telah kita sepakati bersama, dan tentunya bapak masih ingat dengan janji yang bapak?.... " Karman memberanikan diri untuk mempertahankan kekasihnya, namun dia tidak berani menatap laki-laki yang sudah dia kenal dan hormati sejak kecil itu.
mbuh.....gak jelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar